MENCABUT AKAR PERSELISIHAN UMAT
Tinggal menghitung hari,
seluruh umat muslim sedunia akan memasuki bulan suci ramadlan, dimana umat
muslim yang mukallaf akan menjalankan ibadah puasa satu bulan penuh, Kewajiban
pelaksanaan puasa bulan Ramadlan sendiri baru muncul pada tanggal 10 Sya’ban 18
bulan setelah Nabi Saw hijrah ke Madinah, yakni tahun ke dua hijriyah. Allah
Swt berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ
عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Artinya: “Hai orang-orang
yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas
orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa” ( QS. Al-Baqarah : 183]
Di Indonesia sendiri, sebentar
lagi ormas-ormas islam dan beberapa lembaga akan menyibukan diri dengan
penentuan awal masuk dan akhir bulan Ramadlan, yang menarik adalah hampir
setiap edisi bulan Ramadlan di Negeri ini selalu diwarnai dengan perselisihan
mengenai kapan jatuhnya tanggal 1 Ramadlan, belum habis sampai disini,
penentuan berakhirnya bulan Ramadlan pun juga diperselisihkan. jadi tidak
jarang kita menemukan ada penduduk di suatu daerah yang sudah merayakan hari
raya terlebih dahulu dan hari besoknya baru penduduk lain yang merayakannya.
Indonesia dengan jumlah
penduduk muslim 207.176.162 menjadikan Negara ini sebagai Negara berpenduduk
islam terbanyak di dunia dengan presentase 87 % dari keseluruhan penduduk
Indonesia yang berjumlah 237.641.326 jiwa ( http://bps.go.id/ ). Jadi, persoalan agama di Indonesia bisa jadi lebih rumit
dan memerlukan perhatian besar. Perselisihan tentang awal dan akhir bulan
Ramadlan sering membuat geger masyarakat, hal ini menimbulkan keresahan
dan ketidak harmonisan dalam beragama serta beribadah.
Penggunaan Metode
Dalam menentukan awal
masuk suatu bulan dalam kalender hijriyah, kita mengenal istilah rukyat, istiktimal
dan hisab. rukyat ialah menentukan awal masuk suatu bulan dengan cara melihat bulan
sabit ( Hilal ) yang nampak pertama kali pada tanggal 30 kalender hijriyah. rukyat
hanya bisa dilaksanakan pada waktu awal petang karena bulan sabit yang sangat
tipis ini hanya terlihat pada waktu-waktu tersebut ditambah lagi intensitas
cahayanya yang sangat redup. Nabi Bersabda :
” صُوْمُوْأ لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوْا لِرُؤْيَتِهِ
فَإِنْ غَمَّ عَلَيْكُمْ فَأَكْلِمُوْا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلاَثِيْنَ يَوْمًا"
Artinya : “Berpuasalah kalian karena melihat hilal
(bulan tanggal satu) dan berbukalah karena melihatnya. Dan jikalau tidak tampak
lantaran langit tertutup awan maka sempurnakanlah bilangan bulan Sya’ban genap
30 hari.” (HR. Imam Bukhari ).
Dalam hadits diatas
menjelaskan bahwa metode pertama dalam menentukan awal masuk bulan puasa ialah rukyat,
namun apabila cuaca mendung atau buruk yang mengakibatkan hilal tidak mungkin
untuk dilihat maka Nabi memberi jalan keluar dengan cara Istikmal yakni
menyempurnakan bulan Sya’ban dengan 30 hari, Hilal sendiri menurut keputusan
yang telah disepakati memiliki batasan, bulan tersebut harus memiliki tinggi
minimal 2 derajat dan jarak antara bulan
dan matahari adalah 3 derajat (http://kemenag.go.id ). Oleh karena itu, apabila
posisi hilal kurang dari kriteria tersebut maka penentuan bulan dilarikan ke
Istikmal.
Kemudian ada juga istilah
metode Hisab. Hisab adalah suatu cara untuk menetapkan awal bulan Ramadhan,
dengan menggunakan perhitungan secara matematis dan astronomis dalam menentukan
posisi bulan untuk menentukan pergantian suatu bulan pada kalender Hijriyah.
Penghitungan masuknya bulan lewat hisab ini juga sering disinggung oleh
Al-Quran seperti dalam surat Yunus ayat 5 :
هُوَ الَّذِي جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَآءً وَالْقَمَرَ نُورًا وَقَدَّرَهُ
مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوا عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ مَاخَلَقَ اللهُ ذَلِكَ إِلاَّ
بِالْحَقِّ يُفَصِّلُ اْلأَيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
Artinya : “ Dia-lah yang
menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya
manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu
mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang
demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya)
kepada orang-orang yang mengetahui”. [ QS. Yunus : 5 ]
Memahami Akar Perselisihan
Dalam memahami beberapa
dalil diatas ulama memang sempat berdebat tentang penggunaan hisab, namun
mengenai penggunaan rukyat, mereka semua sepakat, dan rukyat adalah cara paling
utama dalam menentukan awal masuk suatu bulan. Posisi hisab ini kemudian hanya
sebagai alat bantu, dimana tugasnya yaitu mengambil perkiraan dan perhitungan
yang selanjutnya akan dibuktikan dengan rukyat itu sendiri. Jika menurut hisab tanggal
1 ramadlan jatuh pada malam Rabu, namun ketika dirukyat tidak ada hilal yang
terlihat pada malam tersebut, maka Hisab tersebut gugur dan harus menggunakan istikmal.
Di Indonesia sendiri perbedaan
awal masuk bulan Ramadlan secara umum dilatarbelakangi oleh perbedaan
penggunaan metode dan hasil keputusan akhir dari metode, yang pertama mengenai penggunaan
metode, yakni mana yang lebih diunggulkan antara Rukyat dan Hisab, ada beberapa
kelompok di Indonesia yang lebih mengedepankan Hisab. namun kebetulan hisab
yang mereka lakukan berbeda dengan penetapan resmi dari pemerintah sehingga
mengakibatkan bedanya tanggal 1 bulan Ramadlan. Penetapan dan keputusan hasil
akhir dari kelompok tertentu juga kadang berbeda, semisal ada suatu kelompok
yang menggunakan rukyat tapi rukyat yang mereka langsungkan menghasilkan
ketetapan yang berbeda dengan pemerintah, Memang dalam fiqih bagi seseorang
yang sudah melihat hilal maka baginya wajib melaksanakan puasa, namun yang
membuat hal ini masuk ke ranah perselisihan adalah karena hal yang seharusnya
menjadi ranah pribadi ini justru digunakan resmi oleh ormas atau lembaga
terkait, dengan mengeluarkan fatwa yang mengatasnamakan kelompok tersebut dan
mengesampingkan keputusan pemerintah. Pemerintah sendiri dalam menentukan masuk
awal bulan, menghimpun beberapa hasil dan pendapat dari seluruh elemen
masyarakat, mulai dari ormas-ormas, tokoh-tokoh dan lembaga-lembaga yang
tersebar diseluruh Indonesia, dan hasil akhir diputuskan pada sidang isbat yang
diikuti oleh banyak ulama.
Mengedepankan Keharmonisan
Terlepas dari metode apa
yang kita gunakan, atau kelompok mana yang kita ikuti, ada baiknya, kita lebih bersikap
dewasa dan dengan lapang dada mengikuti ketetapan pemerintah, terlebih jika salah seorang dari kita merupakan orang
yang berpengaruh di daerahnya atau membawahi sebuah komunitas besar. Sehingga
perbedaan ini akan bisa teratasi dan keharmonisan dapat lebih terjaga,
kegelisahan-kegelisan masyarakat luas pun dapat hilang. Pemerintah sendiri juga
telah melakukan berbagai upaya penyatuan dan keharmonisan sebagaimana Fatwa MUI
Nomor 2 Tahun 2004 yang menyatakan bahwa seluruh umat islam di Indonesia wajib
mentaati ketetapan Pemerintah RI tentang Penetapan awal Ramadhan, Syawal dan
Dzulhijjah.
Sebesar apapun komunitas
kita, setinggi apapun posisi kita, kita semua adalah warga Negara Indonesia
yang wajib mengikuti keputusan-keputusan pemerintah, terlebih jika keputusan
tersebut memilki arah tujuan yang sangat baik, alangkah baiknya sejenak kita
melepaskan ego masing-masing individu atau kelompok, demi mengedepankan bulan
Ramadlan yang lebih indah dan keharmonisan dalam beragama sehingga tidak perlu
ada lagi perbedaan masuk dan berakhirnya bulan Ramadlan , bulan Ramadlan bulan
yang indah, akan lebih indah jika kita mengindahkannya.
Sarang, 21
Juni 2014
M. Akrom
Adabi
0 Kritik Saran:
Post a Comment